Je Suis Marisa...

Hello, I'm Marisa...an ordinary teenager who still doesn't know what would she be in the next ten years...like everybody does, hahaha

Well, I don't know how to write a blog properly,

I just want to share my thoughts, life experiences, and my passions here...so just read! :)


Tampilkan postingan dengan label Marisa's Thoughts. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Marisa's Thoughts. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 Desember 2008

How Do You Feel

"How do you feel if someday you had to be separated from your siblings?" 
"How do you feel if someday you had to choose who you're going to live with?" 
"How do you feel if someday you had to face financial problem?"
Ok, those questions are related to the main question :

"How do you feel if someday your parents decided to end their marriage (divorce)?"

Well, let's see this as a social phenomenon. Nowadays, divorce is not a taboo thing anymore. People tends to take that decision easily. They get married, and then a few months or years later they go to court to end their marriage. Principle difference is the most common reason. 

Maybe it's easy to fall in love, but it's not easy to keep love last. Marriage is not a game, so, making a commitment is not a simple thing. Saying 'ijab kabul' isn't like making a business contract, it's a swear that you'll bring until the end of your life. Divorce would makes greater impacts to your children (if you had children). They will have emotional pressure or even stress that they shouldn't have at their age. 

So, this makes me think, 
love needs consideration
love+logic=~
love+nothing=0
What do you think about that?


Minggu, 28 Desember 2008

Gosh! Harvey Nichols Ada di Jakarta!

Gw shock tau Harvey Nichols buka di Jakarta. Bukannya shock karena seneng atau apa. Gw makin heran, mikir apa coba tuh department store dibuka disini. Masalahnya, Harvey Nichols bukanlah department store ecek2 model Metro atau Sogo yang masih affordable sama beberapa lapisan. Isinya adalah barang2 branded yang bukan sekedar branded, tapi bener2 branded. Sebut aja Michael Kors, Stella McCartney, Vera Wang, Calvin Klein, Manolo Blahnik, Marc Jacobs, and other haute couture designers.



Salah satu sudut toko Harvey Nichols

Temen gw pun tiba2 ngajak kesana, dengan alasan: lagi2 penasaran. Okelah gw pun ikut2 aja. Sebenernya sebelumnya gw gatau Harvey Nichols itu department store elit banget, jadi gw tenang2 aja pas diajak kesana. Pas masuk, suasana aneh melanda. Kok SPG2 nya bajunya oke2 banget...udah gtu ada mas2 yang bukain pintu. Sampe dalem, gw pas masuk ke bagian groceries. Barang2 yang dipajang import semua, tapi kurang lebih sama lah kaya yg gw liat di High End supermarket macem Ranch Market atau FoodHall. Tapi TETEP AJA GW KESEL!! pas liat ada IBU-IBU BELANJA GROCERIES DI HARVEY NICHOLS!!!. Maksud gw, kan ada Supermarket lain yang isinya sama, kenapa mesti di tempat elit macem HN gini coba, eling emang...

Gw pun turun ke tempat baju2. Mata gw pun langsung disilaukan nama2 desainer terkenal. Penasaran, gw pun megang2 tuh baju2 'dewa'. Pas liat tag harganyaaa....jeng2....18 juta!. Oke itu baru satu baju Stella McCartney yang udah cukup membuat gw syiok. Gw pun semakin jantungan saat mendengar temen gw bilang ada baju yang harganya 40 juta!. MEN, ITU BISA BUAT BAYAR GW KULIAH! Gw emang bukan dari kalangan orang socialite yang terbiasa dengan barang2 dengan banderol harga segitu, jadi maklum kalo shock. Oke, ini semakin jadi bukti Jakarta emang mau dibawa ke peradaban Giant Retail Kingdom yang mengerikan. Dan pola hidup serta daya beli masyarakat Jakarta mulai dicoba didongkrak secara perlahan...



Salah satu tag harga baju yang bikin sakit kepala, haha

Jakarta As The New Retail Kingdom

Waww!! Zara buka di Jakarta, Waww!! Masimo Dutti buka di Jakarta, Waww!! Burger King buka di Jakarta. Mungkin itu beberapa 'waw' yang kerap kita dengar beberapa bulan atau beberapa tahun lalu. Sekarang? akan semakin banyak 'waw' yang akan kita dengar. Sebut saja Debenhams, Topshop, MOS Burger, Harvey Nichols, yang baru saja membuka cabang nya di Jakarta. Jakarta sudah bisa disandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura sebagai 'shopping destination'. Masyarakat Jakarta sudah tidak perlu lagi bersusah payah pergi ke Singapura ataupun Hongkong untuk berbelanja barang-barang branded. Semuanya sudah hadir di Jakarta.

Mengapa Jakarta menjadi sasaran empuk para perusahaan raksasa tersebut?. Ya, jawabannya adalah pola konsumtif masyarakat kita yang sangat tinggi. Sebelumnya saya pernah membuat post tentang hedonisme yang membahas tentang gaya hidup masyarakat Jakarta. Dan itu cukup menjelaskan betapa tingginya standar hidup orang Jakarta. Tentu saya pribadi jika di pihak perusahaan raksasa tersebut melihat kondisi ini sebagai peluang yang sangat potensial.

Jakarta tidak henti-hentinya dibanjiri perusahaan-perusahaan retail top luar negeri. Saya sebagai salah satu korban hedonisme pun sebenarnya senang akan kehadiran mereka. Tetapi jauh di lubuk hati saya sebenarnya saya menyesalkan hal ini. Selain pola hidup yang berubah, budaya kita lama kelamaan atau bahkan sudah dilanda Westernisasi. Budaya asli kita lama kelamaan akan luntur, kita akan lupa dengan budaya milik kita sendiri. Memang, ada beberapa perusahaan yang sudah mempromosikan hasil karya tanah air. Bahkan ada yang sudah berani menyandingkan produk lokal kita dengan produk-produk luar negeri. Sebut saja Alun-alun Indonesia yang telah buka di Grand Indonesia. Hal tersebut merupakan hal yang sangat baik dan merupakan kemajuan yang sangat berarti. Namun kehadirannya belum mampu menyaingi kehadiran perusahaan-perusahaan retail luar negeri yang bertubi-tubi hadir.

Saya tidak punya bayangan akan jadi apa Jakarta lima sampai 10 tahun kedepan. Yang pasti kehadiran perusahaan-perusahaan retail ke dalam negeri tidak akan mampu dicegah. Dan Jakarta akan segera menjadi Kerajaan Retail Raksasa Baru. Yang dapat kita lakukan hanyalah terus melestarikan dan mempromosikan produk lokal kita dan bersaing dengan produk luar. Untuk melakukan hal ini tidaklah mudah. Dibutuhkan generasi muda yang kreatif dan berdedikasi tinggi. Generasi kita tentu bertanggung jawab akan hal ini...Teruslah lestarikan produk tanah air...

Kamis, 25 Desember 2008

Perpanjangan Sunset Policy

Pajak, siapa yang gatau pajak...semua orang pasti tau tapi belom tentu semua orang bayar..hahahhah. Ya tapi emang realita nya begitu bukan?. Banyak yang belom punya NPWP alias Nomor Pokok Wajib Pajak. Bayar pajak seolah-olah jadi ancaman menakutkan bagi masyarakat. Kalau dianalogikan, masyarakat yang belom bayar pajak ibarat tikus terus petugas pajak ibarat kucingnya. Pemerintah pun berpikir keras mengatur strategi dan cara bagaimana menertibkan pembayaran pajak masyarakat. Sampai keluarlah sebuah makhluk yang bernama Sunset Policy.

Mendengar nama Sunset Policy di telinga saya, yang ada di pikiran saya itu adalah sebuah nama yang lucu dan imut. Teman saya, Adiz pun berkata ketika mendengar nama itu yang langsung terbayang olehnya adalah matahari terbenam. Lucu memang ya. Saya pun tidak mengerti apa maksud dari nama Sunset Policy itu sendiri. Tapi Sunset Policy ini adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menarik masyarakat agar mau membuat NPWP. Kebijakan ini adalah kebijakannya yang bentuknya semacam insentif bagi masyarakat. Masyarakat yang tidak membayar pajak karena tidak memiliki NPWP jika membuat NPWP selama Sunset Policy ini masih berlaku, maka pajak yang sebelumnya akan dihapus.

Menurut saya pribadi, kebijakan ini adalah terobosan yag sangat bagus. Namun yang saya sayangkan, sosialisasi program ini masih sangat minim sehingga masyarakat banyak yang tidak mengetahuinya. Selain itu program ini juga berlangsung hanya sebentar. Diterbitkan pada sekitar pertengahan tahun tetapi program ini sudah akan berakhir Desember ini. Jadi, program yang sebenarnya bagus ini menjadi kurang efektif karena terlalu sebentar dan sosialisasi yang kurang.

Maka, HIPMI pun mengusulkan perpanjangan Sunset Policy ini. Namun, usulan tersebut belum digubris. Menurut saya, hal ini sangat disayangkan. Mungkin para pejabat perpajakan berfikir jika diperpanjang, masyarakat akan kembali dimanja sehingga Sunset Policy ini tidak mempan. Tetapi menurut saya, kondisinya berbeda. Sosialisasi Sunset Policy ini masih sangat minim, jadi sah-sah saja jika diperpanjang. Kecuali jika sosialisasinya sudah maksimal, seperti iklan di TV, billboard, sms, penyuluhan dan lain-lain. Boleh saja rentang program ini disingkatkan. Jadi untuk pemerintah, ayolah berfikir lebih panjang dan mendalam...demi kebaikan kita semua :)

H stands for Hedonism

Jakarta udah jadi sebuah kota metropolitan yang malah udah mendekati megapolitan. Bisa kita sadarin pembangunan Jakarta tuh pesat to the max. Gedung2 ga ada berhentinya dibangun, bisa-bisa sehari nambah satu. Tapi, seiring dengan gedung2 itu berlomba2 dibangun, pembangunan infrastruktur kita mentok. Bisa dilihat contohnya fondasi2 monorail terbengkalai dan koridor busway yang nganggur, dan ga cuma itu aja sih, buanyak banget yg mesti diurus. Sabar ya bang Fauzi...

Ok, back to the topic. Kan gw bilang tadi pembangunan gedung2 ga ada abisnya. Salah satu dari gedung2 itu adalah.....YESSSS!!! MALLS!. Setiap gw di mobil, di perjalanan entah kemana, (tapi yang pasti dalem kota) setiap lewat pembangunan2 gedung belom jadi gitu dalem hati gw selalu bilang Gila! mikir apa coba dibangun Mall udah kaya borong ayam!. Bener-bener gila. Awalnya dibangun cuma PIM 2, terus skywalknya, terus eeeh ada Senayan City, terus ada Sudirman Palace (gagal), terus ada Grand Indonesia, terus ada Pacific Place, ada Mall of Indonesia, terus Sudirman Palace diganti jadi Fx, terus ada mall terobosan baru model La Codefin...duh sumpah gw gatau itu ada yang ke skip apa engga tapi yang pasti gw ga bisa sebutin satu2. Itu tadi mall2 yang itungannya masih tergolong baru. Coba flashback sekitar 1,5-2 tahun yang lalu, mall2 yang golongan tua palingan cuman ada PIM, Plaza Indonesia, Citos, Kelapa Gading, Plaza Senayan, dan mall2 kecil lainnya. Sebenernya tempat seneng2 di Jakarta ga cuma mall sih, tapi dibanding tempat seneng2 lainnya (club, cafe, dll) mall2 gigantis ini udah merajalela di Jakarta.

Ok, tadi itu cuma intermezzo belaka, mari kita mulai menyelam inti permasalahan ini.

Menurut Wikipedia, Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Masyarakat Jakarta, termasuk gw secara ga sadar mungkin udah jadi penganut paham ini. Biarpun kita mungkirin, tapi apa yang kita lakuin udah cukup jadi bukti otentik kalo kita adalah bagian dari paham ini. Dan remaja seumur gw punya kontribusi besar dalam pergeseran budaya masyakarakat ini.

Gw, sebagai bagian dari kehidupan metropolis Jakarta ini meskipun prihatin, meskipun sok2 bilang gila, tetep aja kebawa arus. Ini gw ibarat ikan salmon yang berenang di sungai yang deras (apacoba, haha). Gw emang masih sekolah, tapi weekend bener2 gw manfaatin buat hang out bareng temen. Ya dari jaman nenek sampe ortu lo juga gitu sih. Cuma yang beda cara dan kemana lo hang out aja. Mungkin jaman dulu masih ngetrend tuh yang namanya mejeng di Mahakam, Maxim Blok M, Duta Merlin, gitu2 lah. Sekarang? kalo lo begitu bisa2 ditimpuk massa (ga gtu juga sih, haha). Maksud gw mungkin bisa2 lo dianggap anak paling aneh satu sekolah, haha.

Jujur, gw ini sekolah di sekolah yang isinya anak2 dengan kemampuan ekonomi hi-end, so jangan bandingin bahasan ini sama kehidupan anak2 yang sekolah yang kehidupannya ga seperti ini (akan dibahas di lain kesempatan).

Yaaa bisa dilihat lah, anak2 remaja seumur gw kalo hang out itu standar nya kalo ga ke mall, cafe, ya ke club. Kalo ke mall, kalo ga makan, nonton, ya nongkrong. Kalo ke cafe? ya nongkrong dan ngopi. Kalo ke club? ya clubbing, haha. Dan sekali pergi untuk melakukan semua hal itu bisa memakan biaya puluhan ribu sampe ratusan ribu. Gw sendiri termasuk anak yang dapet uang bulanan dari ortu yang jumlahnya ga banyak ga dikit, ya standar lah. Duit segitu bagi gw cukup untuk makan, taksi, plus buat refreshing akhir pekan lah. Kalo lagi boros ya abis, kalo lagi hemat paling nyisa dikit. Gw mungkin tergolong yang paling sering melakukan opsi 1 dan opsi 2 dan opsi 4 mungkin (makan di warung2 tenda dan resto aneh2). Nah, coba bandingin sama gaya hang out ortu kita yang gw sebutin di atas tadi, cukup berberda bak langit dan bumi kan?

Realita kaya gini sangat amat bisa ditemui di situs sosial yang paling lagi hip saat ini. Yap, FACEBOOK. Semua kegiatan hang out bisa dilihat di foto2 yang di upload para remaja2 macam gw ini. Apalagi sekarang ini udah ada yang namanya BLACKBERRY , foto2 asik bisa langsung di upload straight from your phone. Dan fenomena yang bikin gw geli, almost every teenagers holds a blackberry on their hand!! Rasanya pengen standing applause 24 jam (lebay). Masalahnya blackberry itu bukan barang ecek2 yang bisa dibeli kaya tempe. Harganya bisa 3-8jt. Yang 8 jt itu blackberry bold. Gw kira yg megang blackberry bold paling bokap2, ternyata eh ternyata engga. Temen gw udah ada aja gtu yang punya, weleh2...hebat pisan euy. Gw sendiri juga megang handphone macem gtu, tapi bukan blackberry, yang statusnya masih ilegal di sini, you know lah apa, haha. Tapi gw dapet itu juga gratisan! ya jadi hoki aja, kalo ga gratis gw juga gamau ngluarin duit buat bgituan.

Ngomongin fenomena beginian ga bakal ada habisnya. Gw nulis gini juga sebenernya gara2 akhir2 ini gw lagi refleksi diri. Gw inget2 kondisi 3-4 tahun yang lalu. Gw kalo minta barang ke bokap, yang harganya 50 rb aja rasanya udah gaenak banget. Sekarang??? lunjak to the maxxx, gw sekali minta barang yang range harganya bisa ratusan ribu (itu bukan ajang pamer loh, lihat dari sudut pandang realitanya). Itu artinya apa???, standar hidup gw meningkat absolut, hahah. Hal ini juga gw liat di masyarakat. Contoh kecilnya masalah konsumsi fashion lah. Gw melihat perubahan besar sejak ada ZARA di sini. Okelah butik2 macem Zara juga udah ada lama di sini. Tapi animo masyarakat ga segila sekarang!. Dulu kayanya butik macem gtu ga rame2 amat. Sekarang kita bisa liat Zara dipenuhi orang2 baik muda maupun tua. Masalahnya Zara itu bukan butik murah!. Harganya ratusan ribu smp jutaan...

Ini bener2 jadi bukti bahwa daya beli masyarakat Jakarta meningkat pesat sangat. Dan budaya kita udah berubah jadi budaya hedonis. Tingkat konsumsi di Jakarta tingginya udah ga ketulungan. Jadi, sebenernya Indonesia udah ga pantes lagi dibilang negara miskin. Tapi, dibilang negara kaya pun juga salah. Masih banyak juga orang2 miskin dan primitif. Kesenjangan sosial orang Indonesia emang udah keterlaluan. Gw sendiri juga bingung mau golongin Indonesia sebagai negara apa. Ini semua akibat kapitalisme yang merajalela. Indonesia bukan lagi jadi sekedar negara kapitalis. Tapi udah jadi sebuah negara KAPITALIS EKSTRIM!